POLEMIK PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGUPAHAN

Polemik Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan

JAKARTA – Meskipun masih ada aksi unjuk rasa dari kalangan buruh di sejumlah daerah, termasuk di Ibu Kota Jakarta, pemerintah memastikan tidak akan mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan atau disebut PP Pengupahan, karena PP ini dianggap sudah baik untuk buruh maupun pengusaha.

“Kami meyakini PP Pengupahan ini akan bisa diterima kedua belah pihak, bahwa sekarang ini jika masih ada demo karena pemerintah tidak bisa memuaskan semua pihak. Tetap respons yang didapat dari para pelaku dunia usaha dan para buruh di daerah sangat baik karena ada kepastian selama lima tahun,” kata Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, dilansir dari laman Setkab, Kamis (29/10/2015).

Sumber: http://economy.okezone.com/read/2015/10/29/320/1239964/dihujani-demo-buruh-pp-pengupahan-tidak-akan-dicabut

Permasalahan Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan selanjutnya PP Pengupahan yang dianggap bertentangan dengan Pasal 88 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan selanjutnya UU Ketenagakerjaan.

Pada Pasal 44 PP Pengupahan dijelaskan sebagai berikut:

(1) Penetapan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan Upah Minimum.

(2) Formula perhitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:

UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % PDBt)}

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan Upah minimum dengan menggunakan formula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Penjelasan Pasal 44 ayat (2)
Formula perhitungan Upah minimum:
UMn = UMt + {UMt x (inflasit + % PDBt)}
Keterangan:
Umn : Upah minimum yang akan ditetapkan
Umt : Upah minimum tahun berjalan
inflasit : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan periode September tahun berjalan.
PDBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang dihitung dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang mencakup periode kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kwartal I dan II tahun berjalan.

Formula perhitungan Upah minimum adalah Upah minimum tahun berjalan ditambah dengan hasil perkalian antara Upah minimum tahun berjalan dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan ekonomi Produk Domestik Bruto tahun berjalan.

Pada Pasal 88 UU Ketenagakerjaan dijelaskan sebagai berikut:

(1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

(3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:

  1. upah minimum;
  2. upah kerja lembur;
  3. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
  4. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
  5. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
  6. bentuk dan cara pembayaran upah;
  7. denda dan potongan upah;
  8. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
  9. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
  10. upah untuk pembayaran pesangon; dan
  11. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Pada ayat (4) diatas dijelaskan bahwa UU Ketenagakerjaan dalam menetapkan upah minimum berdasarkan pada kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, sehingga Pasal 44 ayat (2) PP Pengupahan dengan menggunakan formula lain dalam menentukan Upah minimum dianggap bertentangan dengan Pasal 88 Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenangakerjaan.


Mengingat Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia

Pada pasal 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dijelaskan bahwa:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pada penjelasan ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut:

“Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang berdasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.”

Mengingat dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan bahwa Peraturan Pemerintah berada dibawah Undang-undang maka isi dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku.

Demikian artikel singkat dari Kami, Semoga bermanfaat bagi kita semua.

*“PENGACARA MUSLIM”*

Head Office:

Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 46 A Garuntang, Teluk Betung Selatan,Bandar Lampung

Telp: (0721) 476113 Fax: (0721) 476113,704471,787806

Branch Office:

Jl. Monjali (Nyi Tjondroloekito) No 251, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta

Telp : (0274) 6411320 Fax : (0274) 6411322

PH/WA : 087838902766 Bbm : 5439F39

Email : lawoffice251@gmail.com

Website: www.pengacaramuslim.com

Twitter : @pengacaramuslim

Facebook : Pengacara Muslim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *