Apakah suatu perjanjian harus dilakukan secara tertulis?
Pada dasarnya, perjanjian tidak harus dibuat secara tertulis, kecuali memang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan harus dibuat secara tertulis, seperti Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana tercantum pada Pasal 57 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:
“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin”
Perjanjian yang dibuat secara lisan atau tidak tertulis sesungguhnya tetap mengikat para pihak dan tidak menghilangkan baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat. Namun, untuk kemudahan pembuktian, acuan bekerja sama dan melaksanakan transaksi, sebaiknya dibuat secara tertulis. Hal ini juga dimaksudkan, agar apabila terdapat perbedaan pendapat dapat kembali mengacu kepada perjanjian yang telah disepakati.
Dalam Pasal 1338 KUHPer menyatakan bahwa:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Suatu perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Dalam Pasal 1339 KUHPer menyatakan bahwa:
“Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.”
Lalu apa saja yang harus dimasukkan ke dalam sebuah draf perjanjian. Perjanjian merupakan suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap orang lain sehingga timbul perjanjian dari perikatan tersebut. Dalam pembuatan perjanjian ini berlaku asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau disebut juga Burgerlijk Wetboek (“BW”).
Jadi, pada dasarnya suatu perjanjian dibuat secara bebas di antara para pihak yang mengikatkan diri. Namun tetap harus sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur tentang sahnya perjanjian pada pasal 1320 KUHPer. Baca SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Mengingat pentingnya perjanjian untuk dibuat secara tertulis, maka mulailah untuk selalu membuat perjanjian secara tertulis.
Demikian artikel singkat dari Kami, Semoga bermanfaat bagi kita semua.
*“PENGACARA MUSLIM”*
Head Office:
Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 46 A Garuntang, Teluk Betung Selatan,Bandar Lampung
Telp: (0721) 476113 Fax: (0721) 476113,704471,787806
Branch Office:
Jl. Monjali (Nyi Tjondroloekito) No 251, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta
Telp : (0274) 6411320 Fax : (0274) 6411322
PH/WA : 087838902766 Bbm : 5439F39
Email : lawoffice251@gmail.com
Website: www.pengacaramuslim.com
Twitter : @pengacaramuslim
Facebook : Pengacara Muslim