HUKUM RIBA

HUKUM RIBA

Definisi Riba

Ditinjau dari ilmu bahasa arab, riba bermakna: tambahan, tumbuh, dan menjadi tinggi. Firman Allah Ta’ala berikut merupakan contoh nyata akan penggunaan kata riba dalam pengertian semacam ini:

“Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi tinggi (suburlah) dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah” (Qs. Al Hajj: 5)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat ini, berkata: “Bila Allah telah menurunkan hujan ke bumi, maka bumi bergerak dengan menumbuhkan tetumbuhan dan tanah yang sebelumnya mati (gersang) menjadi hidup, lalu batangnya menjulang tinggi dari permukaan tanah. Dan dengan hujan, Allah menumbuhkan berbagai rupa dan macam buah-buahan, tanaman, tumbuh-tumbuhan dengan beraneka ragam warna, rasa, aroma, bentuk dan kegunaannya.”

Hukum Riba

Tidak asing lagi bahwa riba adalah salah satu hal yang diharamkan dalam syari’at Islam. Sangat banyak dalil-dalil yang menunjukkan akan keharaman riba dan berbagai sarana terjadinya riba.

Firman Allah Ta’ala berikut adalah salah satu dalil yang nyata-nyata menegaskan akan keharaman praktek riba’:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Qs. Ali Imran: 130)

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Allah Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya kaum mukminin dari praktek dan memakan riba yang senantiasa berlipat ganda. Dahulu, di zaman jahiliyyah, bila piutang telah jatuh tempo mereka berkata kepada yang berhutang: “Engkau melunasi hutangmu atau membayar riba?” Bila ia tidak melunasinya, maka pemberi hutangpun menundanya dan orang yang berhutang menambah jumlah pembayarannya. Demikianlah setiap tahun, sehingga bisa saja piutang yang sedikit menjadi berlipat ganda hingga menjadi besar jumlahnya beberapa kali lipat. Dan pada ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa bertakwa agar mereka selamat di dunia dan di akhirat.”

“(Dosa) riba itu memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan ialah semisal dengan (dosa) seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri.” (Riwayat At Thobrany dan lainnya serta dishahihkan oleh Al Albany)

Walau begitu keji dan kotor perbuatan lelaki itu, akan tetapi ternyata dosanya hanyalah setaraf dengan dosa riba yang paling ringan. Setelah mengetahui betapa besar dosa riba, masihkah anda menganggap bahwa dosa riba adalah remeh?

Macam-Macam Riba

Para ulama’ menyebutkan bahwa riba secara umum terbagi menjadi dua macam:

1. Riba Nasi’ah/Penundaan (Riba Jahiliyyah)

Yaitu riba (tambahan) yang terjadi akibat pembayaran yang tertunda pada akad tukar menukar dua barang yang tergolong ke dalam komoditi riba, baik satu jenis atau berlainan jenis dengan menunda penyerahan salah satu barang yang dipertukarkan atau kedua-duanya.Riba jenis ini dapat terjadi pada akad perniagaan, sebagaimana juga dapat terjadi pada akad hutang-piutang.

Inilah riba yang ada semenjak zaman jahiliyyah, bahkan telah dilakukan oleh umat manusia sejak sebelum datang Islam, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala berikut:

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Qs. An Nisa’: 160-161)

Anda telah mengetahui bahwa akad hutang-piutang termasuk salah satu akad yang bertujuan untuk menolong dan memberikan uluran tangan kepada orang yang membutuhkan bantuan, sehingga tidak dibenarkan bagi siapapun untuk mencari keuntungan dalam bentuk apapun dari akad macam ini.

Perilaku rentenir yang mengesankan sebagai penolong, akan tetapi pada kenyataannya ia berdusta, ia tidaklah berpikir kecuali keuntungannya sendiri. Oleh karena itu azab pemakan riba di akhirat setimpal dan serupa dengan kejahatan yang telah ia lakukan di dunia.

Imam Bukhary meriwayatkan bahwa azab pemakan riba ialah: “Ia akan berenang-renang di sungai darah, sedangkan di tepi sungai ada seseorang yang di hadapannya terdapat bebatuan, setiap kali orang yang berenang dalam sungai darah hendak keluar darinya, lelaki yang berada di pinggir sungai tersebut segera melemparkan bebatuan ke mulut orang tersebut, sehingga ia terdorong kembali ke tengah sungai, dan demikian itu seterusnya.”

2. Riba Fadhl (Riba Penambahan)/Riba Perniagaan

Sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, korma dijual dengan korma, dan garam dijual dengan garam, (takaran/timbangannya) sama dengan sama dan (dibayar dengan) kontan. Barang siapa yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba.” (HRS Muslim)

Para ulama’ telah menyepakati bahwa keenam komoditi tersebut dalam hadits di atas adalah komoditi riba atau berlaku padanya hukum riba perniagaan (riba fadhl). Sehingga tidak boleh diperjual-belikan dengan cara barter (tukar-menukar barang) melainkan dengan ketentuan yang telah disebutkan pada hadits di atas, yaitu:

Pertama: Bila barter dilakukan antara dua komoditi yang sama, misalnya: korma dengan korma, emas dengan emas (dinar dengan dinar) atau gandum dengan gandum, maka akad barter tersebut harus memenuhi dua persyaratan:

1. Transaksi dilakukan dengan cara kontan, sehingga penyerahan barang yang dibarterkan dilakukan pada saat yang sama dengan waktu akad transaksi, dan tidak boleh ditunda seusai akad atau setelah kedua belah pihak berpisah, walau hanya sejenak.

2. Barang yang menjadi obyek barter sama jumlah dan takarannya, misalnya satu kilo korma ditukar dengan satu kilo korma, tidak ada perbedaan dalam hal takaran atau timbangan, walau terjadi perbedaan dalam mutu antara keduanya.

Semoga bermanfaat.

Pengacara Muslim d/a Alamat :

Jl. Monjali (Nyi Tjondroloekito) No. 251, Sinduadi, Mlati, Sleman – Yogyakarta

Telp. (0274) 6411320

Fax. (0274) 6411322

BBM : 5439F39

PH/WA : 087838902766

Email : lawoffice251@gmail.com

Twitter : @pengacaramuslim

Facebook : Pengacara Muslim

Website : www.pengacaramuslim.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *