ANALISIS PUTUSAN MK NO. 93/PUU-X/2012

Mahkamah Konstitusi

Terhitung sejak tanggal 16 Juli tahun 2008, industri perbankan syariah Indonesia secara resmi memasuki era baru sehingga Indonesia telah resmi memiliki regulasi perbankan syariah yaitu Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Pada tahun 2012 terjadi permohonan uji materil Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah terhadap Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi yang dilakukan oleh Dadang Achmad.

Penjelasan Pasal 55 ayat (2) dan (3) menimbulkan ketidakpastian hukum yang memunculkan mekanisme penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa antara pihak bank syariah dengan nasabah. Terdapat kontradiktif yang jelas di mana yang satu secara tegas menyebutkan dan yang lainnya membebaskan untuk memilih, maka lahirlah penafsiran sendiri-sendiri sehingga makna kepastian hukum menjadi tidak ada dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28D ayat (1).

Sejak lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama muncul pilihan penyelesaian sengketa yang baru, karena pasal 49 huruf (i) undang-undang ini memberikan tugas dan kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah termasuk di dalamnya perbankan syariah kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.

Pembagian kewenangan absolut masing-masing peradilan juga telah ditegaskan oleh undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan kewenangan peradilan agama.

Setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi No.93/PUU-X/2012 yang menjelaskan bahwa penjelasan pasal 55 ayat (2) Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka para pihak baik bank syariah dan nasabah tidak lagi harus mengikuti penjelasan pasal 55 ayat (2) dalam memilih penyelesaian sengketa secara non-litigasi, walaupun demikian musyawarah masih tetap menjadi pilihan alternatif utama penyelesaian sengketa perbankan syariah sebelum membawa sengketa ke tingkat selanjutnya.

Selanjutnya ada forum penyelesaian alternatif secara mediasi perbankan. Dasar hukum mediasi perbankan adalah PBI No. 10/1/PBI/2008 tanggal 30 Januari 2008 tentang perubahan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan. Dalam melaksanakan fungsi mediasi perbankan, Bank Indonesia tidak memberikan keputusan dan atau rekomendasi penyelesaian sengketa kepada nasabah dan bank. Dalam hal ini, pelaksanaan mediasi perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi perbankan independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan. Proses mediasi dapat dilakukan di kantor Bank Indonesia yang terdekat dengan domisili nasabah. Pelaksanaan fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk sementara waktu sampai saat pembentukan lembaga mediasi perbankan independen oleh asosiasi perbankan.

Demikian artikel singkat dari Kami, semoga bermanfaat.

*“PENGACARA MUSLIM”*

Head Office:

Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 46 A Garuntang, Teluk Betung Selatan,Bandar Lampung

Telp: (0721) 476113 Fax: (0721) 476113,704471,787806

Branch Office:

Jl. Monjali (Nyi Tjondroloekito) No 251, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta

Telp : (0274) 6411320 Fax : (0274) 6411322

PH/WA : 087838902766 Bbm : 5439F39

Email : lawoffice251@gmail.com

Website: www.pengacaramuslim.com

Twitter : @pengacaramuslim

Facebook : Pengacara Muslim