MEDIASI
Dalam kehidupan bermasyarakat maupun pergaulan dalam lingkup yang lebih khusus seperti dunia bisnis sesungguhnya setiap orang tidak terlepas dari permasalahan hutang piutang. Hal ini wajar karena dalam interaksi sosial apalagi kultur masyarakat Indonesia yang lebih mengutamakan kekeluargaan dan gotong royong cenderung memiliki hasrat untuk saling membantu antara satu dengan lainnya apalagi dalam kerangka hubungan kekeluargaan. Hasrat dan keinginan untuk saling membantu tersebut biasanya dalam bentuk pemikiran, ide, saran maupun dalam wujud kebendaan (materi). Dengan demikian disadari atau tidak disadari kita telah masuk dalam suatu hubungan hukum yang tentunya memiliki konsekuensi hukum berupa hak dan kewajiban. Adanya satu pihak yang sepakat untuk memberikan bantuan kepada pihak lainnya dan pihak lainnya-pun telah sepakat pula untuk terikat untuk sebuah kewajiban tertentu yang disepakati (Pasal 1320 KUHPerdata).
Namun kemudian, permasalahan sering terjadi manakala bantuan yang diberikan dalam bentuk materi, dimana pihak yang dibantu tidak melaksanakan kewajibannya (prestasi) sedangkan pihak yang lainnya merasa dirugikan, ketika pihak berhutang/debitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah disepakati baik secara tertulis maupun secara lisan, yang berakibat pihak berpiutang (yang memberikan hutang) merasa dirugikan.
Secara konseptual, dalam undang-undang dinegara kita, yang saat ini masih mengadopsi uu perdata peninggalan kolonial Belanda (BW/KUHPerdata) jelas diatur tentang syarat syahnya sebuah perikatan baik dalam bentuk hutang piutang maupun dalam bentuk lainnya termasuk tentang hak dan kewajiban para pihak. Namun dalam pelaksanaan hal tersebut tidaklah semudah “membalikkan telapak tangan”. Contohnya si Badu telah meminjamkan uang kepada si Bolang sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah) dan si bolang berjanji akan mengembalikan pada tanggal 1 bulan berikutnya. Ternyata setelah jatuh tempo pembayaran si Badu melakukan penagihan, si Bolang-pun berdalih ia tidak punya uang atau tidak mau membayar, padahal jelas ia telah berhutang. Ini merupakan sebuah ilustrasi sederhana dan sesungguhnya hal ini banyak terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari. Dalam kultur masyarakat “elite” cenderung lebih pelik kondisinya. Bisa saja orang yang berhutang menolak untuk membayar hutangnya pada jatuh tempo dengan dalih klausul tanggal pembayaran tidak jelas atau seribu satu alasan lainnya, dan kondisi seperti ini tidak jarang ditemui dalam kehidupan bisnis, yang memainkan celah kelemahan dari perjanjian untuk meraup keuntungan tanpa mempedulikan pihak lain akan dirugikan, apalagi celah kelemahan tersebut tidak disadari karena si berpiutang tidak begitu paham tentang hukum.
Pertanyaan lainnya yang akan muncul yaitu, apakah permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara hukum. Memang dinegara kita yang begitu menjunjung tinggi hukum, setiap orang dilindungi hak dan kewajibannya termasuk di bidang keperdataan (hubungan orang per orang) dan lembaga penyelesaiannya pun telah jelas ditentukan yaitu dengan cara mengajukan gugatan secara perdata di pengadilan bahkan apabila unsur tindak pidana terpenuhi, dapat dituntut secara pidana sesuai dengan mekanisme yang berlaku (Kepolisian, Jaksa, Pengadilan). Kenyataannya tidak semua permasalahan perdata (hutang piutang) harus diselesaikan melalui gugatan ke pengadilan, karena disamping proses penyelesaian yang cenderung lebih lama, juga membutuhkan biaya yang besar disamping belum tentu kerugian yang timbul nantinya belum tentu terbayar sesuai keinginan karena semuanya masih perlu dibuktikan di pengadilan. Meskipun demikian, dalam penyelesaian permasalahan keperdataan khususnya hutang piutang sesungguhnya masih terdapat pendekatan lain yang dapat ditempuh. Hal ini melihat pada kondisi permasalahan itu sendiri. Karena meskipun judulnya sama yaitu permasalahan hutang piutang tetapi berbeda pendekatannya, langkah penyelesaian permasalahan hutang piutang antara si A dengan si B tentunya tidak akan sama dengan penyelesaian permasalahan si C dengan si D, dalam arti sifatnya kasuistis.
Salah satu solusi penyelesaian permasalahan yang banyak ditempuh saat ini ialah dengan jalur mediasi (non-litigasi), yang merupakan salah satu bentuk metode penyelesaian permasalahan hukum dengan mengedepankan prinsip kesamaan visi dan misi yang berujung pada penyelesaian yang saling menguntungkan (win win sollution). Penyelesaian permasalahan dengan jalur mediasi sesungguhnya tidak hanya mengandalkan kemampuan teknis hukum yang memadai, melainkan juga harus mengusai aspek-aspek penting lainnya seperti negosiasi, musyawarah dan harus mampu menguasai psikologis masing-masing pihak, dan tentunya tidak menggunakan pola premanisme atau kekerasan (debt collector premanisme) yang berujung pada timbulnya permasalah baru khususnya bagi pihak yang dirugikan (berpiutang).
Oleh karena itu, tim mediator kami hadir dengan berbekal kemampuan teknis hukum dan aplikasi hukum di “lapangan” serta ditunjang dengan pengalaman telah banyak menyelesaikan permasalahan hukum dengan dinamika yang cukup kompleks. Solusi yang nantinya diberikan-pun diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi tidak hanya pihak yang memohon bantuan (klien) melainkan juga tidak menutup kemungkinan terjalinnya hubungan yang baik antara kedua pihak (klien dan lawan) sehingga kemungkinan terjadinya permasalahan dikemudian hari (tuntutan hukum pihak lawan) dapat diminimalisir. Karena motto kami adalah “Memberikan Manfaat bagi Banyak Orang”.
Bekerja dengan tim yang berkompeten, kami dapat membantu anda dalam menyelesaikan permasalahan hukum, secara legal dan amanah.
Pengacara Muslim d/a Alamat :
Jl. Monjali (Nyi Tjondroloekito) No. 251, Sinduadi, Mlati, Sleman – Yogyakarta
Telp. (0274) 6411320
Fax. (0274) 6411322
CP : 087838902766
Email : lawoffice251@gmail.com
Twitter : @pengacaramuslim
Facebook : Pengacara Muslim
Website : www.pengacaramuslim.com